PERKEMBANGAN NUMERASI DI BABILONIA, MESIR KUNO, DAN YUNANI KUNO
Salam
Santun.
Semangat
Pagi!!! Hay, sahabat MME. Jumpa lagi dengan postingan saya di website/blog https://mmeaddres1922.blogspot.com/.
Sebelumnya
penulis berterima kasih atas kunjungannya ke blog saya. Rekam jejak Anda dengan
meninggalkan “komentar” di kolom komentar, boleh berupa kritik, saran, pesan, maupun
kesan Anda terhadap postingan kali ini.
Silahkan mencari informasi ataupun inovasi
di blog ini. Jangan lupa untuk berbagi atau “share” jika postingan saya dirasa bermanfaat.
Ok,
sahabat MME. Kali ini saya akan sedikit membahas tentang Perkembangan Numerasi di Babilonia, Mesir Kuno, dan Yunani Kuno.
Selamat membaca!
PERKEMBANGAN MATEMATIKA DI
BABILONIA
Matematika
Babilonia merujuk pada seluruh matematika
yang dikembangkan oleh bangsa Mesopotamia
(kini Iraq) sejak permulaan Sumeria hingga permulaan peradaban
helenistik. Dinamai “Matematika
Babilonia” karena peran utama kawasan Babilonia sebagai tempat untuk
belajar.
Pada zaman peradaban helenistik,
Matematika Babilonia berpadu dengan Matematika Yunani dan Mesir untuk
membangkitkan Matematika Yunani. Kemudian di bawah Kekhalifahan Islam,
Mesopotamia, terkhusus Baghdad, sekali lagi menjadi pusat penting pengkajian
Matematika Islam.
Bertentangan dengan langkanya sumber
pada Matematika Mesir, pengetahuan Matematika Babilonia diturunkan dari lebih
daripada 400 lempengan tanah liat yang digali sejak 1850-an. Lempengan ditulis
dalam tulisan paku ketika tanah liat masih basah, dan dibakar di dalam tungku
atau dijemur di bawah terik matahari. Beberapa di antaranya adalah karya
rumahan.
Bukti terdini matematika tertulis
adalah karya bangsa Sumeria, yang membangun peradaban kuno di Mesopotamia.
Mereka mengembangkan sistem rumit metrologi sejak tahun 3000 SM. Dari kira-kira
2500 SM ke muka, bangsa Sumeria menuliskan tabel perkalian pada lempengan tanah
liat dan berurusan dengan latihan-latihan geometri dan soal-soal pembagian.
Jejak terdini sistem bilangan Babilonia juga merujuk pada periode ini.
Sebagian besar lempengan tanah liat
yang sudah diketahui berasal dari tahun 1800 sampai 1600 SM, dan meliputi
topik-topik pecahan, aljabar, persamaan kuadrat dan kubik, dan perhitungan
bilangan regular, invers perkalian, dan bilangan prima kembar. Lempengan itu
juga meliputi tabel perkalian dan metode penyelesaian persamaan linear dan
persamaan kuadrat.
Lempengan Babilonia 7289 SM
memberikan hampiran bagi √2 yang akurat sampai lima tempat desimal. Matematika
Babilonia ditulis menggunakan sistem bilangan seksagesimal (basis-60). Dari sinilah diturunkannya penggunaan
bilangan 60 detik untuk semenit, 60 menit untuk satu jam, dan 360 (60 x 6)
derajat untuk satu putaran lingkaran, juga penggunaan detik dan menit pada
busur lingkaran yang melambangkan pecahan derajat. Juga, tidak seperti orang
Mesir, Yunani, dan Romawi, orang Babilonia memiliki sistem nilai-tempat yang
sejati, di mana angka-angka yang dituliskan di lajur lebih kiri menyatakan
nilai yang lebih besar, seperti di dalam sistem desimal.
Sistem penulisan bilangan bangsa
Babylonia dikenal dengan cuneiform, dari kata “cuneus” yang
bermakna “irisan atau belahan”
dan kata “forma” yang bermakna “bentuk”.
Tulisan dan angka bangsa Babilonia
sering juga disebut sabagai tulisan paku karena bentuknya seprti paku. Orang
Babilonia menuliskan huruf paku menggunakan tongkat yang berbentuk segitiga
yang memanjang (prisma segitiga) dengan cara menekannya pad lempeng tanah liat
yang masih basah sehingga menghasilkan cekungan segitiga yang meruncing
menyerupai gambar paku. Tidak seperti orang-orang dari Mesir, Yunani, dan
Romawi, angka Babilonia menggunakan sistem tempat-nilai yang benar, di mana
angka yang ditulis di kolom sebelah kiri mewakili nilai-nilai yang lebih besar,
sama seperti dalam sistem desimal modern, meskipun tentu saja menggunakan basis
60 bukan basis 10.
Berikut merupakan contoh dari
penulisan simbol-simpol pada sistem numerasi babylonia yaitu:
PERKEMBANGAN MATEMATIKA DI
MESIR KUNO
Bangsa Mesir Kuno mempunyai tiga
macam sistem numerasi, yaitu sistem hieroglyph, hieratic, dan demotic.
Sistem hieroglyph
merupakan sistem yang kompleks untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan
biasanya dituliskan pada batu. Sistem hieroglyph
kemudian dikembangkan menjadi sistem yang lebih sederhana yang dikenal dengan
sistem hieratic. Sistem hieratic digunakan oleh
pendeta di kuil-kuil dan ditulis di daun Papyrus sehingga dikenal pula dengan
sistem kuil. Sistem demotic
dikembangkan dari sistem hieratic dan
menjadi sistem numerasi yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari (Abdussakir, 2009:36).
Sistem hieroglyph telah digunakan oleh bangsa Mesir Kuno sejak tahun 2850 SM.
Simbol-simbol yang dimiliki sistem ini sebagai berikut:
Bilangan satu dilambangkan dengan
tongkat, sepuluh dengan tumit, seratus dengan gulungan kertas, seribu dengan
bunga lotus, sepuluh ribu dengan jari, seratus ribu dengan ikan burbot atau
kecebong, dan satu juta dengan orang.
Sistem hieroglyph dan sistem hieratic
pernah digunakan secara bersamaan oleh bangsa Mesir Kuno selama 2000 tahun. Sistem hieroglyph digunakan
pada pahatan batu sedangkan sistem hieratic digunakan pada
daun Papyrus. Terdapat dua
sumber utama mengenai sistem numerasi Mesir Kuno ini, yaitu Papyrus Moscow yang ditulis sekitar
tahun 1850 SM dan papyrus Rhind
yang ditulis sekitar tahun 1650 (Abdussakir, 2009:39-40).
Ciri-ciri
dari sistem numerasi Mesir Kuno yaitu suatu
bilangan yang sama dan ditulis dengan beberapa cara. Dengan perkataan lain, sistem
Mesir tidak mengenal tempat. Dengan sistem Mesir ini, juga dapat dilakukan
penjumlahan.
Simbol-simbol dalam Mesir Kuno dapat
diletakkan dengan urut sembarang. Notasi matematika Mesir Kuno bersifat desimal
(berbasis 10) dan didasarkan pada simbol-simbol hieroglif untuk tiap nilai
perpangkatan 10 (1, 10, 100, 1000, 10000, 100000, 1000000) sampai dengan
sejuta. Tiap-tiap simbol ini dapat ditulis sebanyak apapun sesuai dengan
bilangan yang diinginkan, sehingga untuk menuliskan bilangan delapan puluh atau
delapan ratus, simbol 10 atau 100 ditulis sebanyak delapan kali.
Karena metode perhitungan mereka
tidak dapat menghitung pecahan dengan pembilang lebih besar daripada satu,
pecahan Mesir Kuno ditulis sebagai jumlah dari beberapa pecahan. Sebagai
contohnya, pecahan dua per tiga (2/3) dibagi menjadi jumlah dari 1/3 + 1/15;
proses ini dibantu oleh tabel nilai [pecahan] standar. Beberapa pecahan ditulis
menggunakan glif khusus
PERKEMBANGAN MATEMATIKA DI
YUNANI KUNO
Matematikawan Yunani tinggal di
kota-kota sepanjang Mediterania bagian timur, dari Italia hingga ke Afrika
Utara, tetapi mereka dibersatukan oleh budaya dan bahasa yang sama.
Matematikawan Yunani pada periode setelah Iskandar Agung
kadang-kadang disebut Matematika Helenistik.
Matematika Yunani lebih berbobot daripada matematika yang
dikembangkan oleh kebudayaan-kebudayaan pendahulunya. Semua naskah matematika
pra-Yunani yang masih terpelihara menunjukkan penggunaan penalaran
induktif, yakni pengamatan yang berulang-ulang yang digunakan untuk mendirikan
aturan praktis. Sebaliknya, matematikawan Yunani menggunakan penalaran
deduktif. Bangsa Yunani menggunakan logika untuk menurunkan simpulan dari
definisi dan aksioma, dan menggunakan kekakuan matematika untuk membuktikannya.
Matematika Yunani diyakini dimulakan
oleh Thales dari Miletus (kira-kira 624 sampai
546 SM) dan Pythagoras dari Samos (kira-kira 582 sampai 507
SM). Meskipun perluasan pengaruh mereka dipersengketakan, mereka
mungkin diilhami oleh Matematika Mesir dan Babilonia. Menurut legenda,
Pythagoras bersafari ke Mesir untuk mempelajari matematika, geometri, dan astronomi dari pendeta Mesir.
Thales menggunakan geometri untuk menyelesaikan soal-soal perhitungan ketinggian
piramida dan jarak perahu dari garis pantai. Dia dihargai sebagai
orang pertama yang menggunakan penalaran deduktif untuk diterapkan pada
geometri, dengan menurunkan empat akibat wajar dari teorema Thales.
Hasilnya, dia dianggap sebagai matematikawan sejati pertama dan pribadi
pertama yang menghasilkan temuan matematika.
Pythagoras mendirikan Mazhab Pythagoras, yang
mendakwakan bahwa matematikalah yang menguasai semesta dan semboyannya
adalah "semua adalah bilangan".
Mazhab Pythagoraslah yang menggulirkan istilah "matematika", dan
merekalah yang memulakan pengkajian matematika. Mazhab Pythagoras dihargai
sebagai penemu bukti pertama teorema Pythagoras, meskipun diketahui bahwa
teorema itu memiliki sejarah yang panjang, bahkan dengan bukti keujudan
bilangan irasional.
Eudoxus (kira-kira 408 SM sampai 355 SM) mengembangkan
metoda kelelahan, sebuah rintisan dari Integral modern.
Aristoteles (kira-kira 384 SM sampai 322 SM) mulai menulis hukum
logika.
Euklides (kira-kira 300 SM)
adalah contoh terdini dari format yang masih digunakan oleh matematika saat
ini, yaitu definisi, aksioma, teorema, dan bukti. Dia juga mengkaji
kerucut. Bukunya, Elemen, dikenal di segenap masyarakat terdidik di Barat
hingga pertengahan abad ke-20. Selain teorema geometri yang terkenal,
seperti teorema Pythagoras, Elemen menyertakan bukti bahwa akar kuadrat
dari dua adalah irasional dan terdapat tak- hingga banyaknya bilangan
prima.
Saringan
Eratosthenes (kira-kira 230 SM) digunakan
untuk menemukan bilangan prima.
Archimedes (kira-kira 287 SM sampai 212 SM) dari Syracuse menggunakan metoda
kelelahan untuk menghitung luas di bawah busur parabo ladengan penjumlahan
barisan tak hingga, dan memberikan hampiran yang cukup akurat terhadap Pi. Dia
juga mengkaji spiral yang mengharumkan namanya, rumus-rumus volume benda
putar, dan sistem rintisan untuk menyatakan bilangan yang sangat besar.
Sistem angka Yunani kuno, yang
dikenal sebagai angka Attic
atau Herodianic, sepenuhnya dikembangkan oleh sekitar 450 SM
dan dalam penggunaan rutin mungkin sebagai awal Abad ke-7 SM.
Bangsa Yunani mengenal huruf
dan angka pada tahun 600 SM yang ditandai dengan tulisan-tulisan
bangsa Yunani pada kulit kayu atau logam sehingga bentuk tulisannya pun
terlihat kaku dan kuat. Lambang bilangan yunani Kuno diambil dari huruf
awal dari penyebutan bilangan tersebut.
Ada 2 macam sistem numerasi yang
digunakan pada masa yunani kuno, yaitu sistem numerasi Yunani kuno Attic dan
sistem numerasi Yunani kuno Alfabetik.
Sistem Numerasi Yunani kuno Attic
Sistem
Attic sering disebut sistem Acrophonic
dan sistem Herodian. “Acrophonic” maksudnya adalah bahwa
simbol bilangan tersebut berasal dari huruf pertama nama bilangan
tersebut.
Menggunakan sifat aditif, contohya :
2897
= 2000 + 500 + 300 + 50 + 20 + 5 + 4
= 2 × 1000 + 500 + 3 × 100 + 50 + 2
× 10 + 5 + 4 × 1.
Sistem Yunani ini berbasis 10 sistem
serupa dengan sebelumnya Mesir satu
(dan bahkan lebih mirip dengan kemudian Romawi
sistem), dengan simbol-simbol untuk 1, 5, 10, 50, 100, 500, dan
1.000 diulangi sebanyak yang diperlukan untuk mewakili nomor yang
diinginkan . Penambahan dilakukan dengan menjumlahkan secara terpisah
simbol (1s, 10s, 100s, dll) di nomor yang akan ditambahkan, dan perkalian
merupakan proses yang melelahkan berdasarkan doubling berturut (pembagian
didasarkan pada kebalikan dari proses ini). Dilambangkan sederhana,
dimana angka satu sampai empat dilambangkan dengan lambang tongkat, misal:
2→ ll
Sistem Numerasi Yunani kuno
Alfabetik
Sejarah perkembangan alfabetik
merupakan tulisan tertua dari masyarakat purba yang telah melahirkan dua
jalur proses perkembangan sistem penulisan. Jalur penulisan Phonetis yang pada
akhirnya menjadi tulisan alphabetis adalah pilihan bagi sistem menulis
yang dikembangkan oleh dua pusat peradaban tertua di kawasan Asia Barat
(timur Tengah), yakni Mesir
dan Mesopotania.
Sedangkan bangsa Tionghoa di kawasan
Timur Jauh tetap mempertahankan sistem perlambangan gambar (pictografis-ideografis)
dalam penulisan mereka, bahkan sampai saat ini.
Kira-kira tahun 450 SM, bangsa
Ionia dari Yunani telah mengembangkan suatu sistem angka, yaitu alphabet
Yunani sendiri yang terdiri dari 27 huruf. Bilangan dasar yang mereka
pergunakan adalah 10. Digunakan setelah S.N. Yunani kuno attic.
Contoh-contoh:
1. 12 = ι β
2. 21 = κ α
3. 247 = σ μ ς
Sebagaimana kita lihat pada
contoh-contoh di atas sampai ratusan, sistem angka alphabet yunani ini
mempunyai lambang tersendiri. Untuk menyatakan ribuan, di atas sembilan angka
dasar yang pertama (dari ... sampai ...) dibubuhi tanda aksen („) sebagai
contoh α‟ = 1000, ε‟ = 5000. Sedangkan kelipatan 10.000 dinyatakan dengan
menaruh angka yang bersangkutan di atas tanda M.
Contoh.
4. 5000 = ε „
5. 3567 = γ‟ φ ξ ς
Dibandingkan dengan sistem angka
Mesir Purba, maka penulisan dengan sistem angka alphabet Yunani ini lebih
singkat dan sistematis. Sebagai contoh untuk penulisan bilangan 500 dalam
sistem angka Mesir Purba lambang 9 ditulis sampai 5 kali tetapi dalam sistem
angka alphabet yunani telah mempunyai lambang tersendiri yaitu φ.
Nah,
sahabat MME. Itulah pembahasan dan postingan kali ini. Semoga
bermanfaat. (Note: Boleh
copas tapi tolong lampirkan website saya
sesuai dengan ketentuan daftar pustaka
yang berlaku, ya! Jadilah pembaca dan
pengunjung yang cerdas!)
Oh
ya, sahabat MME. Saya ingatkan lagi ya. Rekam jejak Anda dengan meninggalkan
“komentar” di kolom komentar, boleh berupa kritik, saran, pesan, maupun kesan
Anda terhadap postingan kali ini. Jangan lupa untuk berbagi atau “share” jika postingan saya dirasa
bermanfaat.
Terima kasih atas kunjungannya.
Salam
Santun.
Temukan informasi, materi pembelajaran, maupun
pembahasan-pembahasan dalam postingan saya di https://bjaseda-kita.blogspot.com/ atau https://mmeaddres1922.blogspot.com/.
Bengkulu
Selatan, 27 Februari 2020.
Komentar
Posting Komentar