Pendidikan Lingkungan, Sosial, Budaya, dan Teknologi


Salam Santun.
Semangat Pagi!!! Hay, sahabat MME. Jumpa lagi dengan postingan saya di website/blog  https://mmeaddres1922.blogspot.com/.

Sebelumnya penulis berterima kasih atas kunjungannya ke blog saya. Rekam jejak Anda dengan meninggalkan “komentar” di kolom komentar, boleh berupa kritik, saran, pesan, maupun kesan Anda terhadap postingan kali ini.

Silahkan mencari informasi ataupun inovasi di blog ini. Jangan lupa untuk berbagi atau “share” jika postingan saya dirasa bermanfaat.

Ok, sahabat MME. Kali ini saya akan sedikit membahas tentang “Pendidikan Lingkungan, Sosial, Budaya dan Teknologi”.
Selamat membaca!



PENDIDIKAN LINGKUNGAN, SOSIAL, BUDAYA, DAN TEKNOLOGI


PENDAHULUAN

Di era globalisasi seperti sekarang ini, sangat diperlukan manusia dengan daya Sumber Daya Manusia (SDM) yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan di era ini. Manusia yang cerdas, sehat, jujur, berakhlak mulia, berkarakter, dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan seperti itu, jalur pendidikan adalah langkah tepat untuk mengembangkan karakter dan SDM yang unggul. Maka dari itu, mutu pendidikan harus ditingkatkan agar SDM yang dimiliki mampu bersaing dengan SDM lain, baik dalam jangkauan wilayah nasional, regional, dan internasional.

Dalam pendidikan, salah satu faktor yang mempengaruhi SDM adalah mutu pendidikan itu sendiri. Saat sebuah lembaga pendidikan memiliki kelemahan dalam banyak hal, maka mutu pendidikan di sekolahan tersebut tergolong rendah. Dan itu sama berarti dengan daya SDM yang dihasilkan juga rendah. Maka dari itu, perlu ditempuh berbagai cara untuk meningkatkan mutu pendidikan diantaranya, yaitu pengembangan kurikulum, peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, penyediaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, juga peningkatan kualitas manajemen  sekolah.

Untuk dapat melaksanakan tugas profesionalnya dengan baik, calon guru harus memiliki empat standar kompetensi guru, yaitu (1) kompetensi pedagogis, (2) kompetensi kepribaidan, (3) kompetensi sosial, dan (4) kompetensi profesional. Kompetensi pedagogis adalah kompetensi guru yang terkait dengan penguasaan materi tentang teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, termasuk di dalamnya penguasaan materi tentang ilmu pendidikan.

Pembahasan mengenai mata kuliah Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi ini diharapkan dapat menjadi bekal para calon guru tentang berbagai aspek yang terkait dengan konsep dan dasar-dasar ilmu-ilmu pendidikan dalam kehidupan manusia.



HAKIKAT MANUSIA

Manusia sebagai mahluk yang tertinggi derajatnya dibandingkan dengan semua mahluk ciptaan Tuhan. Namun manusia akan menjadi manusia seutuhnya jika ia hidup dan diasuh dengan cara manusia. Contoh: cerita Kama dan Kamala, mahluk manusia serigala.

Manusia dapat disebut sebagai mahluk pembelajar. Dengan otaknya, manusia mengembangkan dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Hasil karya manusia selalu berubah dan berkembang dari zaman ke zaman. Bedakan sarang burung dan rumah manusia. Bandingkan antara tangga rumah panggung di Kalimantan dengan eskalator atau lift di gedung bertingkat di kota-kota besar.



KEHIDUPAN DAN PENDIDIKAN

Kehidupan pada hakikatnya sebagai proses pendidikan yang sebenarnya (the true educational process).

Education is not preparation for life; education is life it self.
Pendidikan bukanlah persiapan untuk kehidupan; pendidikan adalah kehidupan itu sendiri.
- John Dewey -

Proses pendidikan telah membentuk manusia secara individual. Proses pendidikan pulalah yang telah membentuk manusia sebagai komunitas, atau bahkan sebagai bangsa dan negara. Kita dapat belajar dari sejarah kehidupan suatu bangsa, katakanlah bangsa Jepang, yang melatarbelakangi manusia yang bagaimana yang telah dihasilkan. Ternyata, kemajuan suatu bangsa tidak ditentukan oleh melimpahnya kekayaan alamnya, tetapi oleh kegigihan bangsa itu dalam perjuangan hidupnya.

Manusia memang unik. Manusia yang berhasil karena tempaan kesulitan hidupnya. Tempaan hidup dapat berupa pengalaman, bahkan berupa cobaan hidup yang menderanya. Mereka yang tahan terhadap tempaan hidup ini akhirnya akan membentuk diri manusia yang sesungguhnya.



KEBUDAYAAN DAN PENDIDIKAN

Pendidikan merupakan proses transformasi budaya. Pendidikan merupakan proses pewarisan budaya, dan sekaligus pengembangan budaya.

Education enables people and societies to be what they can be.
Pendidikan membuat manusia dan masyarakat menjadi apa yang mereka inginkan.
- Bill Richardson -

Untuk mewariskan budaya tersebut, proses pendidikan dilakukan melalui tiga upaya yang saling kait mengait, yaitu: (1) pembiasaan (habit formation), (2) proses pengajaran dan pembelajaran (teaching and learning process), dan (3) keteladanan (role model). Secara lebih lengkap, bacalah tulisan Fuad Hassan, mantan Mendikbud, dalam buku referensi Pendidikan Manusia Indonesia (Widiastono, 2004: 52).

Immanuel Kant menyebutkan bahwa manusia merupakan animal educancum dan animal educandus, mahluk yang dapat dididik dan dapat mendidik. Oleh karena itu, maka sama sekali tidak benar jika ada pernyataan yang menyatakan bahwa “anak itu tidak dapat dididik”. Tidak! Proses dan metode yang digunakanlah yang kemungkan tidak tepat digunakan. Justru anak manusia akan menjadi manusia jika melalui proses pendidikan, melalui ketiga upaya tersebut.

Manusia adalah pengemban budaya (culture bearer), dan dia akan mewariskan kebudayaannya tersebut kepada keturunannya. Proses pendidikan tidak lain merupakan proses transformasi budaya, yakni proses untuk mewariskan kebudayaan kepada generasi muda.

Pengertian pendidikan jauh lebih luas dari pengertian pengajaran. Proses pendidikan bukan hanya sebagai pengalihan pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik (transfer of knowledge and skills) tetapi juga pengalihan nilai-nilai sosial dan budaya (transmission of social and culture values and norms).



TEORI PENDIDIKAN

A.  Teori Pendidikan Empirisme

Teori empirisme berlawanan dengan teori nativisme. Jika teori nativisme berpendapat bahwa proses pendidikan amat tergantung kepada bakat dan kemampuan anak, maka teori empirisme berpendapat bahwa lingkungan anak akan sangat berpengaruh terhadap proses pendidikan anak.

Tokoh yang mendukung teori empirisme antara lain adalah John Locke dan David Hume. Dalam hal ini, David Hume amat dikenal dengan teori tabula rasa.

Teori ini berpendapat bahwa keberhasilan peserta didik akan ditentukan oleh lingkungan yang mempengaruhi sang anak, sejak ia lahir sampai ke liang lahat.

Teori ini menyarankan kepada pemerintah dan masyarakat agar menyediakan lingkungan belajar yang kondusif untuk peserta didik.

Penyadiaan fasilitas belajar yang lengkap untuk memberikan sebanyak mungkin pengalaman belajar peserta didik.


B.  Teori Pendidikan Konvergensi

Penggagas teori ini antara lain adalah William Stern. Teori ini berpendapat bahwa selain manusia itu memang telah dibekali potensi dasar berupa bakat dan kemampuan, tetapi bakat dan kemampuan itu akan dipengaruhi oleh ruang (space) dan waktu (time). Dalam hal ini, William Stern percaya bahwa sejak lahir manusia telah memiliki potensi. Jika potensi ini diibaratkan dengan bibit unggul, maka bibit unggul itu akan akan tumbuh secara optimal jika bibir itu mendapatkan tempat persemaian yang subur, dan memperoleh rawatan secara intensif.

Teori “dasar” dan “ajar” menurut Ki Hajar Dewantara pada hakikatnya sama dengan teori konvergensi. Makna dasar tidak lain adalah bakat dan kemampuan. Sementara ajar pada hakikatnya adalah proses mempengaruhi peserta didik, baik dari lingkungan maupun proses pembelajaran dan pengajaran di lembaga pendidikan, baik pendidikan formal, nonformal, maupun informal. Proses pendidikan menurut teori ini



LINGKUNGAN PENDIDIKAN

Lingkungan pendidikan dikenal juga sebagai miliu pendidikan. Dalam teori empirisme, miliu pendidikan dipercaya mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan proses pendidikan. Sementara teori nativisme menafikan pengaruh lingkungan pendidikan, karena bakat dan pembawaan peserta didik dinilai mempunyai pengaruh lebih dominan terhadap proses pendidikan. Bagaimana pun juga teori konvergensi sangat mengakui pengaruh antara keduanya, yakni bakat dan pembawaan serta pengaruh lingkungan pendidikan.

Lingkungan pendidikan antara lain berupa: (1) keadaan alam, misalnya pinggir pantai, daerah pedalaman, pegunungan; (2) kondisi sosial ekonomi masyarakat, misanya keadaan sosial ekonomi yang rendah, mata pencaharian penduduk dalam bidang pertanian, perkebunan, industri, perdagangan, jasa, dan sebagainya.

Lingkungan pendidikan pada hakikatnya dapat menjadi sumber pembelajaran. Teori pembelajaran konstruktivisme mengajarkan kepada kita bahwa peserta didik harus dapat membangun pemahaman sendiri tentang konsep yang diambil dari sumber-sumber pembelajaran yang berasal dari lingkungan sekitar siswa.

Proses pendidikan seharusnya dapat menjadi agen pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, misalnya dalam pengembangan sosial ekonomi masyarakat agar warga masyarakatnya lebih hemat, gemar menabung, memiliki jiwa demokratis, dan menghormati hak azasi manusia, cinta damai dan menjunjung nilai-nilai kebersamaan, menanamkan semangat kerja keras, semangat antikorupsi, dan masih banyak lagi yang lainnya



NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA

Di dunia ini terdapat negara yang maju, di samping negara yang miskin. Pertanyaan mendasar yang muncul kemudian adalah faktor apa yang menyebabkan negara itu telah berkembang menjadi negara yang maju, sementara yang lain tidak? Apakah karena faktor (1) umur negara itu, (2) sumber daya alamnya, atau (3) faktor rasnya.

Ternyata, masyarakat negara yang maju memiliki nilai-nilai sosial budaya yang dijunjung tinggi dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.  Nilai-nilai sosial budaya masyarakat itu adalah sebagai berikut.
1.       Etika, sebagai prinsip dasar dalam kehidupan sehari-hari
2.      Kejujuran dan integritas
3.     Bertanggung jawab
4.     Hormat pada aturan & hukum masyarakat
5.      Hormat pada hak orang/warga lain
6.     Cinta pada pekerjaan
7.      Berusaha keras untuk menabung & investasi
8.     Mau bekerja keras
9.     Tepat waktu



KEBUDAYAAN DAN TEKNOLOGI

Budaya atau kebudayaan berasal dari Bahasa Sanksekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) yang diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan atau dihasilkan dari budi dan akal manusia. Dalam Bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Bahasa Latin colere, yang artinya mengolah atau mengerjakan. Dalam hal ini kebudayaan diartikan sebagai usaha mengolah tanah atau bertani. Culture sering diterjemahkan dengan "kultur" dalam bahasa Indonesia. Misalnya monokultur artinya pertanian dengan satu macam jenis tanaman. Sebaliknya, polikultur artinya pertanian dengan beberapa macam tanaman.

Koentjoroningrat menyebutkan adanya 7 (tujuh) unsur kebudayaan, atau yang disebut sebagai faset-faset kebudayaan atau “mata bajak” kebudayaan, yakni: (1) sistem kepercayaan, (2) sistem kekerabatan dan organisasi sosial, (3) sistem mata pencarian hidup, (4) bahasa, (5) sistem ilmu pengetahuan, (4) kesenian, dan (7) peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi).



PENGERTIAN LINGKUNGAN SOSIAL BUDAYA DAN TEKNOLOGI

Lingkungan yang dimaksud adalah orang-orang yang ada disekitar baik secara individu, kelompok, maupun masa dan masyarakat yang terkait mengenai sosial, budaya dan teknologi.

Ruang lingkup kahian pendidikan lingkungan social budaya dan teknologi, ialah:
1.       Ilmu jiwa individu sebagai anggota kelompok/masyarakat dan perilakunya dalam kegiatan-kegiatan social.
2.      Penduduk (pertambahan penduduk dan permasalahannya) dampak peledakan penduduk dan pengaruhnya terhadap kehidupan.
3.     Pengertian kebudayaan dan kepribadian, proses terjadinya kebudayaan.

Pendidikan harus memperhitungkan nilai-nilai sosial budaya manusia disebabkan karena hal yang dijelaskan sebagai berikut.

1.       Bahwa di dalam masyarakat terdapat tata kehidupan yang beraneka ragam.

Didalam masyarakat memang terdapat begitu banyak tata kehidupan berupa aturan-aturan dan norma-norma yang diberlakukan dan dipatuhi oleh masyarakat karena memiliki nilai-nilai pembentukan kepribadian, berupa norma moral, tradisi, adat kebiasaan, dan aturan sosial.

2.      Bahwa kepentingan individu yang satu tidak sama dengan kepentingan individu yang lain.

Didalam masyarakat begitu banyak individu. Individu-individu tersebut mempunyai kepentingan dan tujuan hidup sendiri-sendiri, dan mempunyai cara serta jalan hidup sendiri-sendiri pula. Sehingga bila setiap individu tidak berhati-hati, maka kepentingan individu yang satu akan bertabrakan dengan kepentingan individu yang lain.

3.     Bahwa masyarakat itu sendiri selalu mengalami perkembangan-perkembangan.

Masyarakat, betapapun statisnya, cepat atau lambat pasti mengalami perubahan. Apalagi dengan berkembangnya kebutuhan manusia yang semakin kompleks, diiringi ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang berkembang begitu pesat, serta perkembangan kebudayaan manusia yang dari kehidupan tradisional ke arah kehidupan modern.

4.     Bahkan akhir-akhir ini dengan kemajuan sains dan tekhnologi yang dicapai manusia, menjadikan nilai-nilai sosial manusia mulai terkikis.

Hal ini dapat dilihat pada konteks pekerjaan manusia yang menghendaki manusia bekerja menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berinteraksi dengan pekerjaannya sehingga menghilangkan sebagian waktunya untuk bergaul dan berinteraksi sosial dengan lingkungan sosial budayanya. Apalagi dunia maya mulai ramai dengan hadirnya “facebook” yang merupakan jejaring sosial yang semakin memarjinalkan manusia dengan lingkungan sosialnya yang nyata, dimana terjadi saling bertukar informasi dan pergaulan yang semu. Hal ini menjadikan nilai-nilai sosial manusia semakin terpinggirkan.



NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA SEBAGAI LANDASAN PENDIDIKAN

A.  Keluarga sebagai Lingkungan Sosial Pendidikan

Kalau ditinjau dari ilmu Sosiologi, keluarga adalah bentuk masyarakat kecil yang terdiri dari beberapa individu yang terikat oleh suatu keturunan, yakni kesatuan antara ayah, ibu, dan anak yang merupakan satu kesatuan kecil dari bentuk-bentuk kesatuan masyarakat.

Anak lahir dalam pemeliharaan orang tua dan dibesarkan di dalam keluarga. Orang tua secara otomatis langsung memikul tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik awal yang bersifat sebagai pemelihara, pengasuh, pembimbing, pembina, maupun sebagai guru dan pemimpin terhadap anak-anaknya. Ini adalah tugas kodrati dari manusia sebagai orang tua. Anak akan menyerap norma-norma pada anggota keluarganya. Sehingga dari sinilah anak akan belajar tentang pendidikan dari suasana yang dibangun dan diajarkan serta dicontohkan orang tuanya. Pendidikan itu berupa kebiasaan-kebiasaan yang kemudian akan tertanam dalam memori anak untuk menjadi bekal. Anak akan menyerap nilai-nilai yang ditanamkan dalam bentuk pembiasaan-pembiasaan yang kemudian akan diaplikasikan dalam kehidupan sosial dan bermasyarakatnya dikemudian hari kelak. Jika anak itu dibiasakan dan diajari perbuatan-perbuatan baik, maka anak akan mengaplikasikan apa yang diterimanya dalam kehidupannya, begitupula sebaliknya.

Pendidikan keluarga adalah juga pendidikan sosial, karena disamping keluarga itu sendiri sebagai kesatuan kecil dari bentuk kesatuan-kesatuan masyarakat sosial, pendidikan keluarga yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya sesuai dan dipersiapkan untuk kehidupan anak-anaknya di masyarakat kelak. Sehingga pembentukan karakter anak di lingkungan pendidikan keluarga yang sangat positif, akan berpengaruh terhadap warna pendidikannya dimasayarakat.


B.  Sekolah sebagai Lingkungan Sosial Pendidikan

Sekolah sebagai lingkungan sosial budaya, memegang peranan penting dalam pendidikan karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak. Dengan sekolah, anak akan memperoleh pendidikan berupa pemahaman ilmu pengetahuan dan tekhnologi, dan merupakan wahana lanjutan dari pendidikan keluarga. Di sana anak akan bersosialisasi dengan lingkungan sosial yang lebih besar dan banyak dibandingkan lingkungan keluarganya yang terdiri dari jumlah masyarakat kecil.

Anak akan berada pada lingkungan dimana dia tidak lagi hanya dengan kedua orang tuanya, tetapi dengan teman-teman dengan berbagai tipe, dan lingkungan pendidikannya yang telah jauh berbeda dengan keadaannya di dalam lingkungan keluarga. Anak akan merasakan bagaimana berbagi, bagaimana menahan keinginan-keinginan, bagaimana beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan masih asing baginya serta aturan-aturan yang lebih luas cakupannya dibandingkan yang ada dalam keluarganya.

Dengan demikian mengingat cukupnya waktu dan pentingnya fungsi sekolah dalam ikut serta membentuk kepribadian anak, maka pendidikan di sekolah harus bersifat menyeluruh. Mengapa demikian? Karena pendidikan yang hanya berorientasi pada intellectualistisch saja adalah kurang efektif, menghianati nilai-nilai psychology anak, bahkan bisa menghambat pertumbuhan rohani anak yang merupakan satu kesatuan utuh dari perkembangan manusia, dan akan melahirkan sistem rasionalisme pada anak tanpa pertimbangan nilai-nilai moral yang pada akhirnya tercipta anak yang individualistic.


C.  Masyarakat sebagai Lingkungan Sosial Pendidikan

Kelompok-kelompok masyarakat yang terdiri dari dua orang atau lebih dan bekerjasama di bidang tertentu untuk mencapai tujuan tertentu adalah merupakan sumber pendidikan bagi warga masyarakat, seperti lembaga-lembaga sosial budaya, yayasan-yayasan, organisasi-organisasi, perkumpulan-perkumpulan, yang kesemuanya itu merupakan unsur-unsur pelaksana asas pendidikan masyarakat. Kesemua kelompok sosial tersebut merupakan unsur-unsur pelaku atau pelaksana asas pendidikan yang dengan sengaja dan sadar membawa masyarakat kepada kedewasaan, baik jasmani maupun rohani yang realisasinya terlihat pada perbuatan dan sikap kepribadian warga masyarakat.


D.  Norma Sosial Budaya sebagai Bagian dari Proses Pendidikan.

Masalah pendidikan di keluarga dan sekolah tidak bisa terlepas dari nilai-nilai sosial budaya yang dijunjung tinggi oleh semua lapisan masyarakat. Setiap masyarakat, dimanapun berada tentu mempunyai karakteristik tersendiri sebagai norma khas di bidang sosial budayanya yang berbeda dengan karakteristik masyarakat lain, disamping norma-norma yang berlaku secara universal.

Di masyarakat terdapat norma-norma sosial budaya yang harus diikuti oleh warganya, dan norma-norma itu berpengaruh dalam pembentukan kepribadian warga masyarakatnya dalam bertindak dan bersikap. Norma-norma masyarakat yang berpengaruh tersebut sudah merupakan aturan-aturan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Pewarisan yang dilakukan secara sadar dan memiliki tujuan ini sudah merupakan proses pendidikan masyarakat.

Setiap negara memiliki sistem pendidikan Nasional yang berbeda-beda, yang pada intinya terlahir dan dijiwai oleh sosial budaya bangsanya. Setiap aspek sosial budaya tersebut selalu sarat dengan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang melalui sejarah peradaban bangsa tersebut sehingga mewarnai gerak hidup negara tersebut, begitu juga dengan bangsa Indonesia.



KEBIJAKSANAAN MENGATASI MASALAH KEPENDUDUKAN DI INDONESIA

1.       Berusaha memperkecil angaka kelahiran dan memperkecil angka kematian.
2.      Pemerataan  kesehatan, yaitu dengan memperbanyak puskesmas, apotik, perkumpulan KB, posyandu, dsb. Termasuk memperbanyak tenaga medis, seperti dokter, perawat, bidan, analisis kesehatan, apotik, dsb.
3.     Memperbanyak lapangan kerja, baik bidang industry, perdagangan, pertanian, perkebunan, perikanan, dan pembangunan.
4.     Pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan sehingga semua anak usia sekolah dapat diterima di bangku sekolah dan bagi yang mampu dapat melanjutkan ke pendidikan keahlian dan keperguruan tinggi.



KESIMPULAN

Selain menjadi sarana dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, guru juga dituntut untuk memberikan mengajaran mengenai social budaya dan teknologi, agar siswa dapat mengembangkan diri secara penuh dan memiliki karakter yang bagus untuk bersaing di dunia globalisasi. Namun, semua hal tidak akan terwujud bila hanya mengandalkan satu atau dua pihak, maka semua pihak terlibat dalam pengembangan potensi SDM.



DAFTAR PUSTAKA

Suparian. 2012. Modul Pendidikan Sosial Budaya dan Teknologi. Jakarta: Universitas Tama Jagakarsa.

Sulaiman, Annukman. 2007. Pemahaman Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi.  Bandar Lampung: STKIP PGRI Bandar Lampung.



Nah, sahabat MME. Itulah pembahasan dan postingan kali ini. Semoga bermanfaat. (Note: Boleh copas tapi tolong lampirkan website saya sesuai dengan ketentuan daftar pustaka yang berlaku, ya! Jadilah pembaca dan pengunjung yang cerdas!)

Oh ya, sahabat MME. Saya ingatkan lagi ya. Rekam jejak Anda dengan meninggalkan “komentar” di kolom komentar, boleh berupa kritik, saran, pesan, maupun kesan Anda terhadap postingan kali ini. Jangan lupa untuk berbagi atau “share” jika postingan saya dirasa bermanfaat. Terima kasih atas kunjungannya.
Salam Santun.



Temukan informasi, materi pembelajaran, maupun pembahasan-pembahasan dalam postingan saya di https://bjaseda-kita.blogspot.com/ atau  https://mmeaddres1922.blogspot.com/.


Bengkulu Selatan, 29 Februari 2020.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERKEMBANGAN NUMERASI DI BABILONIA, MESIR KUNO, DAN YUNANI KUNO

[Online] Persamaan Diferensial, Nilai Awal dan Syarat Batas, & Kalkulus || Asedame Club

Mengulik tentang Arithmophobia, Adakah phobia matematika itu?